» » » TUNTUNAN PEMBERIAN NAMA ANAK DALAM ISLAM

TUNTUNAN PEMBERIAN NAMA ANAK DALAM ISLAM

Pemberian Nama
Mendapapatkan nama yang baik merupakan hak anak dan kewajipan kedua orang tua (ibu dan bapak) memberikan nama yang baik kepada bayi yang baru dilahirkan. Memberikan nama anak yang baik dan elok merupakan tuntutan Islam dan telah menjadi budaya masyarakat Melayu. Sebagaimana pribahasa menyatakan: “Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”. Karena itu setiap pemilihan nama, sebaiknya nama tersebut dapat menjadi atau mengandung doa, yang diyakini dapat berpengaruh terhadap pembentukan sahsiah anak tersebut. Apabila ada perselisihan antara ayah dan ibu dalam hal ini, maka ayah lebih diutamakan. Tetapi sebaiknya ada musyawarah antara kedua orangtua untuk mendapat kesepakatan, guna menjaga keutuhan dan mempererat ikatan antara suami istri, sehingga dapat melegakan hati kedua belah pihak.
Pemberian nama kepada anak dengan nama yang baik sangat penting, sehingga kelak anak merasa senang dan tidak merasa malu dengan nama yang disandangnya. Hal ini juga sesuai dengan Firman Allah Q.S. 49:11 sebagai berikut:
nama-nama islami
وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
... “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim”. (Q.S. 49:11).

Perhatikan juga hadits berikut:
قال النبي صلى الله عليه وسلّم ٳنّ من حقّ الوالد على ولده ٲن يعلّمه الكتابة وٲن يحسن ٳسمه وٲن يزۆجه ٳذا بلغ . رواه ٳبن النجار
Artinya: Sabda Nabi SAW:“Sssungguhnya di antara kewajiban orang tua terhadap anaknya mengajarinya menulis, membaguskan namanya, dan menikahkannya bila telah dewasa”. (H.R. Ibnu Najar).
nama-nama islami

Seorang ayah disarankan untuk bermusyawarah dengan seorang ulama atau seseorang yang dianggap mengerti ketika memilih nama untuk bayinya karena para sahabat dulu menunjukkan bayi-bayi mereka yang baru lahir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau memberi nama seperti tercantum dalam kisah Ibrahim bin Abi Musa, Al-Mundzir bin Abi Usaid dan Abdullah bin Abi Thalhah. Hal ini menunjukkan bahwa seorang ayah dianjurkan untuk memperlihatkan anaknya dan bermusyawarah dengan seorang ulama atau seorang yang ‘alim tentang sunnah dari kalangan ahli sunnah yang agama dan ilmunya dapat dipercaya agar ditunjuki nama yang terbaik untuk si bayi.

Al-Mawardi rahimahullah berkata dalam Kitab Nashiihatu al-Muluuk intiya, “Apabila seorang bayi lahir maka kemuliaan dan kebaikan yang pertama kali diberikan kepadanya adalah memilihkan untuknya nama yang baik dan mulia. Sebab nama yang baik dapat menyentuh hati seseorang ketika mendengar nama tersebut”. Lihat Daftar Nama untuk Anak Laki-laki dan Daftar Nama Untuk Anak Perempuan.

Islam menganjurkan pemilihan nama yang baik, kerana ia menjadi identitas seseorang dan nama itulah ia akan dikenali sepanjang hayat dan menjadi sebutan sampai di akhirat kelak. Apabila orang memanggilnya dengan nama tersebut, maka pada sepanjang hayatnya, mereka berdoa untuk anak tersebut.
nama-nama islami
Sebagai seorang Muslim meyakini bahawa nama yang diberikan kepada anak di dunia akan kekal digunakan di akhirat. Abu Darda ada meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW bersabda:
إنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ القِيامَةِ بأسْمائكُمْ وأسماءِ آبائِكُمْ فأحْسِنُوا أسْماءَكُمْ
“Sesungguhnya kamu akan diseru/ dipanggil pada hari Kiamat nanti dengan nama-nama kamu dan juga nama bapak-bapak kamu, maka baguskanlah nama-nama kamu.” (Riwayat Imam Abu Daud dari Abu Darda’ r.a.)
nama-nama islami
  1. Hari Pemberian Nama
    Disunatkan memberi nama kepada bayi pada hari ketujuh kelahirannya sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW:
    كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينٌ بِعَقِيقَةٍتُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ، وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
    “Setiap anak kecil (bayi) dipertaruhkan dengan suatu aqiqah; disembelih untuknya pada hari ke tujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama”. (Riwayat Imam Abu Daud, Tirmizi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari Hasan r.a. dari Samurah bin Jundub r.a.)
    nama-nama islami
    Rasulullah SAW juga pernah memberi nama kepada bayi pada hari dilahirkan. Antaranya ialah hadis dari Abu Musa al-Asy’ari r.a. yang menceritakan:
    وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-فَسَمَّاهُإِبْرَاهِيمَ، وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ
    “Telah dilahirkan untukku seorang anak, lalu aku membawanya kepada Rasulullah SAW, maka Beliau menamakannya Ibrahim dan Beliau mentahniknya dengan sebiji buah tamar serta Beliau mendoakan keberkahan untuknya.” (Riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

    Memberi nama bayi pada hari ketujuh atau pada hari ia dilahirkan hukumnya sunnah. Sebagaimana Imam Nawawi dalam al-Azkar menegaskan: “Yang menjadi sunnah ialah menamakan bayi pada hari ketujuh dari hari kelahirannya atau menamakannya pada hari kelahirannya”. Manakala Imam Bukhari menjelaskan: “Hadits-hadits yang menyebutkan hari kelahiran dimaksudkan bagi orang yang tidak berniat melakukan aqiqah dan adapun hadits-hadits yang menyebutkan hari ketujuh, maka dimaksudkan bagi orang yang ingin melakukan aqiqah bagi anaknya”.

  2. Menamakan Bayi Yang Meninggal
    Jika ditakdirkan bayi mati di dalam perut, gugur atau pun meninggal sewaktu dilahirkan, adalah disunatkan diberikan juga nama kepada mereka. Bersyukur dan terimalah dengan redha atas kematian ini kerana anak-anak yang meninggal sebelum umur baligh adalah mati syahid dan akan menjadi syafaat bagi ibu-bapaknya di akhirat kelak.

    Allah Ta’ala berfirman kepada Jibril, Alaihis Salaam: “Pergilah dan ambillah ayah-ayah mereka dan ibu-ibu mereka dari mana-mana sahaja mereka berada, lalu serahkanlah mereka kepada anak-anak mereka, kerana sesungguhnya aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa mereka dengan syafaat anak-anak mereka, dan masukkanlah mereka bersama-sama anak-anak mereka masing-masing ke dalam syurga“.

  3. Ketentuan Pemberian Nama Anak Dalam Islam
    Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberi nama anak sebagai berikut:

    1. Disunnahkan memberi nama anak yang baik dan elok kerana Rasulullah SAW bersabda:
      إنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ القِيامَةِ بأسْمائكُمْ وأسماءِ آبائِكُمْ فأحْسِنُوا أسْماءَكُمْ
    2. “Sesungguhnya kamu akan diseru/ dipanggil pada hari Kiamat nanti dengan nama-nama kamu dan juga nama bapak-bapak kamu, maka baguskanlah nama-nama kamu” (Riwayat Imam Abu Daud dari Abu Darda’ r.a.)

    3. Nama yang paling baik ialah Abdullah dan Abdurrahman sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW yang artinya:

      “Sesungguhnya nama yang paling disukai oleh Allah dari nama-nama kamu ialah Abdullah dan Abdurrahman” (Riwayat Imam Muslim dari Abdullah bin Umar r.a.)

      Karena nama tersebut adalah nama terbaik, sampai-sampai di kalangan para sahabat terdapat sekitar 300 orang yang bernama Abdullah. Nama yang menunjukkan penghambaan diri terhadap salah satu dari nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla, seperti Abdul Malik, Abdul Bashiir, Abdul ‘Aziz dan lain-lain.Namun perlu diketahui di sini bahwa hadits, “Sebaik-baik nama adalah yang dimulai dengan kata “Abd (hamba)” dan yang bermakna dipuji” bukanlah hadits shahih bahkan tidak diketahui dari mana asal-usulnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.

    4. Nama sebaiknya diambil dari nama-nama orang-orang shalih dari kalangan nabi, rasul dan orang shalih lainnya. Maksudnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mencintai dan menghidupkan nama mereka.

      Karena mereka adalah orang-orang yang memiliki akhlak yang paling mulia dan memiliki amalan yang paling bersih. Diharapkan dengan memberi nama seorang anak dengan nama nabi ataupun rasul dapat mengenang mereka juga karakter dan perjuangan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga pernah menamakan anaknya dengan nama Ibrahim, nama ini juga beliau berikan kepada anak sulung Abu Musa radhiallahu ‘anhu dan beliau juga menamakan anak Abdullah bin Salaam dengan nama Yusuf.Adapun hadits tentang keutamaan orang yang bernama Ahmad atau Muhammad tidak ada yang shahih. Ibnu Bukair al-Baghdadi menyusun sebuah kitab tentang keutamaan orang yang bernama Ahmad atau Muhammad, dan pada kitab tersebut beliau menyertakan 26 hadits yang tidak shahih. Wallahu a’lam.

      Memberi nama dengan nama orang-orang shalih di kalangan kaum muslimin terutama nama para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits shahih dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka dahulu suka memakai nama para nabi dan orang-orang shalih yang hidup sebelum mereka.” (HR. Muslim no. 2135).

      Sunnah memberi nama dengan nama para Nabi seperti Ibrahim, Hud, Shalihh, Muhammad dan sebagainya. Sebagaimana diketahui bahawa, Rasulullah SAW telah menamakan salah seorang anaknya dengan nama Ibrahim.

      1. Sabda Baginda SAW:
        Memilih nama yang mengandung sifat yang sesuai orangnya (namun dengan syarat nama tersebut tidak mengandung pujian untuk diri sendiri, tidak mengandung makna yang buruk atau mengandung makna celaan), seperti Harits (orang yang berusaha) dan Hammam (orang yang berkeinginan kuat). Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang dha’if dari Abu Wahb al-Jusyami bahwasannya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
        تَسَمُّوْا بِٲَسْماءِ الٲَنْبِيَاءِ، وٲحَبَّ الْٲسْماءِ ٳلى اللهِ تعالى׃ عَبْدُ الله وعَبْدُ الرّحْمن، وٲصْدَقُها׃ حارِث وهَمّامٌ، وٲقبَحُها׃ حَرْبٌ وَمُرَّةٌ۰
        “Berilah nama dengan nama-nama para Nabi. Nama yang paling disukai oleh Allah ialah Abdullah dan Abdurrahman. Nama yang paling tepat (dengan hakikat manusia) ialah Harith dan Hammam, dan nama yang paling buruk ialah Harb dan Murrah” (HR. Abu Daud dan An Nasai. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi sebagaimana disebutkan dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1977).1

      2. Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan:
        “Seorang lelaki dari kalangan kami baru memperolehi anak dan ia memberi nama anak itu ‘Muhammad’. Lalu kaumnya berkata kepadanya; ‘Kami tidak akan membiarkan kamu memberi nama dengan nama Rasulullah SAW. Maka lelaki ini pun pergi menemui Nabi SAW dengan membawa anaknya di atas belakangnya. Ia bertanya Nabi; “Ya Rasulullah, dilahirkan untukku anak dan aku menamakannya ‘Muhammad’, lalu kaumku berkata kepadaku; ‘Kami tidak akan membiar kamu menamakan dengan nama Muhammad”.

        Lalu Rasulullah SAW menjawab:
        تَسَمَّوْا بِاسْمِي، وَلاَ تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي، فَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ، أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ
        “Berilah nama dengan namaku, akan tetapi jangan memanggil dengan panggilanku (iaitu Abul-Qasim) kerana sesungguhnya aku adalah Qasim (pembahagi) yang membahagi di antara kamu” (Riwayat Imam Muslim)

    5. Tidak memberi nama dengan nama-nama Allah, seperti ar-Rahman, ar-Rahiim, al-Khaliq dan al-Bari. Menurut Syaikh Utsaimin2 berkenaan memberi nama dengan nama Allah Ta’ala. Pemberian nama ini memiliki dua sisi yaitu:
      1. Penyebutan nama dengan huruf alif dan lam. Yang dimikian tidak boleh diberikan kepada selain Allah, seperti al-’Aziz, as-Sayyid, al-Hakiim dan lain-lain. Alasannya karena dengan adanya penambahan alif dan lam berarti menunjukkan kepada ushul dari makna yang terkandung dalam nama tersebut.

        Maksud pemberian nama untuk menunjukkan sifat yang terkandung dalam nama tersebut walau tanpa alif dan lam. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengganti kunyah Abu Hakam karena teman-temannya selalu minta putusan hukum kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya Allah adalah al-Hakam dan hanya Dia-lah yang berhak menetapkan hukum.” Lalu beliau memberi panggilan dengan nama anak sulungnya yang bernama Syuraih. Ini menunjukkan apabila seseorang memiliki nama dengan salah satu dari nama Allah yang mengandung makna sifat (sengaja disesuaikan dengan sifat, pekerjaan atau keadaan penyandang nama), maka hal itu dilarang syariat.

      2. Menamai dengan nama-nama Allah tanpa didahului alif dan lam dan tidak bermaksud menyesuaikan dengan makna sifat yang terkandung dalam nama tersebut. Hal ini dibolehkan seperti nama Hakiim. Di antara sahabat ada yang bernama Hakiim bin Hizam. Tetapi ada nama Allah lainnya yang tidak pantas dijadikan sebagai nama manusia, seperti Jabbar, meskipun tidak bermaksud menetapkan makna sifat yang terkandung dalam nama tersebut. Karena bisa jadi nama itu mempengaruhi diri orangnya sehingga dirinya menjadi orang yang sombong, angkuh dan takabbur terhadap orang lain. [Al-Majmu’ Ats-Tsamiin (I/144)].

        Memberi nama dengan nama Malikul Muluk (Rajanya Raja), Sulthanus Salathin dan Syahin Syah. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda yang artinya: “Manusia yang paling dimurkai Allah nanti pada hari kiamat yang paling keji dan yang paling dibenci-Nya adalah laki-laki yang bernama Malikul Amlak. Sesungguhnya tiada raja yang haq selain Allah subhanahu wa ta’ala.” (H.R. Muslim).

        Semakna dengan nama di atas adalah Qadhi Qudhaat, Haakimul Hukkam (artinya, hakim dari para hakim). Memberi nama dengan Sayyidun Naas, Sayyidul Kul, Sittul Kul sebagaimana diharamkan memberi nama dengan nama Sayyidu waladi Adam untuk selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak mengandung makna penghambaan terhadap selain Allah.

    6. Para ulama sepakat mengenai haramnya memakai nama yang mengandung makna penghambaan diri kepada selain Allah, seperti Abdul ‘Uzza, Abdusy Syams (hamba matahari), Abdud Daar, Abdur Rasuul, Abdun Nabi dan lain-lain. Diriwayatkan dari Hani bin Zaid bahwa ketika ia datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan beserta kaumnya, Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar mereka memanggil salah seorang di antara mereka dengan nama Abdul Hajar (hamba batu). Lalu Nabi SAW bertanya kepadanya, “Siapa namamu?” Ia menjawab, “Abdu hajar.” Beliau bersabda, “Tidak, kamu adalah Abdullah (hamba Allah) bukan Abdu Hajar (hamba batu)!” (lihat kitab Shahihul Adabil Mufraad, halaman 623).

      Termasuk pula dalam hal ini adalah pemberian nama Abdul Haarits, karena al-Hariits adalah manusia. Adapun “Haarits” itu sendiri bukanlah nama Allah. Yang ada adalah Allah disifati dengan adz-Dzaari’ (menanam, menumbuhkan) dan itu bukan termasuk nama Allah
      ٲفر ٲيتم ما تحرثون۞ٲٲنتم تزرعونه ٲم نحن الزارعون۞ ٲ

      “Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkan atau Kami-kah yang menumbuhkan”. (QS. Al-Waaqi’ah: 63-64)

    7. Nama tersebut tidak mengandung makna yang negatif dan cabul. Makruh memberi nama dengan nama yang arti atau lafazhnya mengandung kesan jelek dan negatif. Contohnya, Harb (perang), Murrah (pahit), Kalb (Anjing), Hayyah (ular), Jahsy (kasar), Baghal (kuda poni atau keledai) dan yang semisalnya.Syaikh Nashiuruddin berkata dalam Silsilatu al-Haadits ash-Shahihah (1/379), “Di antara nama jelek yang bayak dipakai orang sekarang dan harus segera diganti seperti: Wishaal (senggama), Sihaam (panah), Nehaad (gadis montok), Ghaadah (gadis yang lembut), Fitnah (daya tarik) dan yang semisalnya.
    8. Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Makruh hukumnya memberi nama denga nama yang memberi kesan hewani atau berhubungan dengan syahwat. Nama-nama seperti ini banyak diberikan kepada anak-anak perempuan, contohnya, Ahlaam (impian), Ariij (wangi semerbak), ‘Abiir (yang menitikkan air mata), Ghaadah, Fitnah, Faatin (yang menggiurkan), Syaadiyah (biduanita) dan lain-lain.”
      Makruh hukumnya memberi nama dengan nama yang menunjukkan kepada dosa dan maksiat, seperti nama Zhaalim (orang lalim) dan Sarraq (pencuri). Dalam sebuah kisah, Utsman bin Abil ‘Ash pernah membatalkan penobatan jabatan gubernur karena kandidatnya seorang yang memiliki nama seperti ini (lihat kitab Al-Ma’rifah wa at-Taariikh karya al-Fasawi (III/201). Sekelompok ulama ada yang memakruhkan memakai nama para malaikat ‘alaihimusssalam, seperti Jibril, Mikail, Israfil dan lain-lain. Adapun menamakan kaum wanita dengan nama para malaikat sangat jelas keharamannya. Sebab hal itu menyerupai orang-orang musyrikin yang meyakini bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Senada dengan ini memberi nama anak gadis dengan Malaak (malaikat) atau Mulkah. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Bakar Abu Zaid.

    9. Nama tersebut tidak terdengar asing dan aneh. Makruh hukumnya memberi nama yang lafadznya asing dan aneh, sehingga sulit untuk mengucapkan lafadz nama tersebut. Demikianlah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan nama untuk si Buah Hati, semoga bermanfaat.
nama-nama islami
_________
nama-nama islami
1Abu Abdillah Ahmad bin Ahmad Al-Isawi, Ensiklopedia Anak Tanya Jawab Tentang Anak Dari A sampai Z.  
2Ustadz Abu Muhammad Abdurrahman Sarijan Judul, Etika Memberi Nama Anak Dalam Islam.
DAFTAR NAMA BAYI
NAMA ANAK ISLAMI
NAMA-NAMA BAYI ISLAMI
NAMA-NAMA ANAK ISLAMI
DAFTAR NAMA BAYI
NAMA ANAK ISLAMI
NAMA-NAMA BAYI ISLAMI
NAMA-NAMA ANAK ISLAMI

2 comments:

  1. Assalamualaikum,

    mau tanya hukumnya memakai nama MUHAMMAD di tengah-tengah, apakah boleh ? misalnya seperti nama anak saya Fatih Muhammad Aksan ?

    Terima Kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. ‘Alaikum salaam ….
      Boleh, karena tiada dalil yang melarangnya, sesuai dengan kaidah fiqh:
      الْأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَة حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
      “Hukum asal dari sesuatu adalah boleh (mubah) sampai ada dalil yang mengharamkannya”.
      Saran: Sebaiknya kata AKSAN diganti dengan AHSAN, sehingga menjadi FATIH MUHAMMAD AHSAN ( فاتِح مُحَمَّد أحسن ).

      Delete

Entri Populer

WEDNESDAY, 21 JANUARY 2015

TUNTUNAN PEMBERIAN NAMA ANAK DALAM ISLAM

Mendapapatkan nama yang baik merupakan hak anak dan kewajipan kedua orang tua (ibu dan bapak) memberikan nama yang baik kepada bayi ya...